PROFIL DESA

Jumat, 18 Desember 2015

PEMBANGUNAN SALURAN IRIGASI DSN.SUMBERJATI

PEMBANGUNAN SALURAN IRIGASI


Saluran irigasi adalah saluran  bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan  pembuangan air irigasi.

Saluran irigasi primer  adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap dan bangunan pelengkapnya. Saluran irigasi primer merupakan saluran irigasi utama yang membawa air masuk kedalam saluran sekunder. Air yang sudah masuk kedalam irigasi sekunder akan diteruskan ke saluran irigasi tersier. Bangunan saluran irigasi primer umumnya bersifat permanen yang sudah dibangun oleh pemerintah melalui Dinas Pekerjaan Umum atau daerah setempat.Saluran irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari, saluran pembuangannya, saluran bagi, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap dan bangunan pelengkapnya. Saluran yang membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah pda bangunan sadap terakhir. Fungsi dari saluran irigasi sekunder ini adalah membawa air yang berasal dari saluran irigasi primer dan diteruskan ke saluran irigasi tersier.Saluran irigasi tersier terdiri dari beberapa petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Petak tersier sebaiknya berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer. Sedapat mungkin dihindari petak tersier yang terletak tidak secara langsung di sepanjang jaringan saluran irigasi utama, karena akan memerlukan saluran muka tersier yang mebatasi petak-petak tersier lainnya.


TPS DALAM PEMILUKADA 2015

SUASANA DI TPS 13
Dengan semangat , para angoota KPPS di TPS 13 Dsn.Sumberjati yang di motori oleh Bpk Agil dan beserta anggotanya dalam mensukseskan pemilukada tahun 2015

PEMBENTUKAN KPPS DALAM PEMILUKADA 2015

PEMBENTUKAN DAN PENGAMBILAN SUMPAH JABATAN KPPS


Dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum, dibentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang bersifat sementara. Pembentukan pengangkatan PPK, PPS dan KPPS diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, sebagai berikut :
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) :
Untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat kecamatan, dibentuk PPK.
PPK berkedudukan di ibu kota kecamatan
PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
Dalam hal terjadi penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu lanjutan, masa kerja PPK diperpanjang dan PPK dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang berasal dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU Kabupaten/Kota
Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen).
Dalam menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
PPK melalui KPU Kabupaten/Kota mengusulkan 3 (tiga) nama calon sekretaris PPK kepada bupati/walikota untuk selanjutnya dipilih dan ditetapkan 1 (satu) nama sebagai sekretaris PPK dengan keputusan bupati/walikota.
Panitia Pemungutan Suara (PPS) :
Untuk menyelenggarakan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan, dibentuk PPS.
PPS berkedudukan di desa atau nama lain/kelurahan.
PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) bulan sebelum penyelenggaraan Pemilu dan dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah hari pemungutan suara.
Dalam hal terjadi penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan Pemilu lanjutan, masa kerja PPS diperpanjang dan PPS dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara dimaksud.
Anggota PPS sebanyak 3 (tiga) orang berasal dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
Anggota PPS diangkat oleh KPU Kabupaten/Kota atas usul bersama kepala desa/kelurahan dan badan permusyawaratan desa/dewan kelurahan.
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) :
Anggota KPPS sebanyak 7 (tujuh) orang berasal dari anggota masyarakat di sekitar TPS yang memenuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
Anggota KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama ketua KPU Kabupaten/Kota.
Pengangkatan dan pemberhentian anggota KPPS wajib dilaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota.
Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota.

Syarat untuk menjadi anggota PPK, PPS, dan KPPS meliputi :
warga negara Indonesia;
berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun;
setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur, dan adil;
tidak menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah atau sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan;
berdomisili dalam wilayah kerja PPK, PPS, dan KPPS
mampu secara jasmani dan rohani;
berpendidikan paling rendah SLTA atau sederajat untuk PPK, PPS, dan PPLN; dan
tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

PEMILUKADA BUPATI DAN WAKILBUPATI 2015

PARTISIPASI WARGA DALAM PEMILUKADA 2015

Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Amanat konstitusi tersebut untuk memenuhi tuntutan perkembangan kehidupan politik, dinamika masyarakat, dan perkembangan demokrasi yang sejalan dengan pertumbuhan kehidupan berbangsa dan bernegara.

PENANAMAN SEJUTA POHON

PELAKSANAAN PROGRAM SEMILYAR POHON


Menanam pohon sangatlah penting untuk menjaga kelestarian alam dan keseimbangan Bumi kita. Kini ajakan untuk memelihara lingkungan dengan menanam sejuta pohon semakin banyak dilakukan oleh berbagai pihak. Tujuan penanaman pohon ini adalah mencegah banjir, menjadikan lingkungan tetap teduh dan asri, meningkatkan kesadaran masyarakat sera menurutkan suhu di Bumi yang sudah tidak normal lagi. 

Seperti yang saat ini sudah mulai kita rasakan, meningkatnya suhu di Bumi menyebabkan terjadinya pemanasan global (global warming) yang menjadi permasalahan besar yang harus segera ditangani. Hal ini disebabkan karena kurangnya pepohonan, krisisnya lahan hijau, polusi udara dan efek rumah kaca. Semakin banyak pohon yang tertanam, semakin banyak pula karbon yang dapat diserap dan juga oksigen yang dapat dihasilkan. Pada dasarnya satu pohon dapat menghasilkan 1kg oksigen perhari, yang dapat memenuhi kebutuhan oksigen untuk dua orang perharinya
Dengan kegiatan menanam sejuta pohon, diharapkan mampu mengurangi suhu Bumi yang sudah tidak normal lagi dan untuk menjadikan lahan hijau didalam maupun diluar hutan mampu memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar. Serta menjadikan kita lebih sadar untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan. Karena manfaatnyapun akan dirasakan oleh kita semua. SELAMATKAN BUMI KITA DAN BUAT LINGKUNGAN KITA MENJADI TEDUH DAN ASRI.

PERINGATAN TAHUN BARU SURO

PERINGATAN SURA OLEH MASYARAKAT BEDALI


Kedatangan tahun baru biasanya ditandai dengan berbagai kemeriahan, seperti pesta kembang api, keramaian tiupan terompet, maupun berbagai arak-arakan di malam pergantian tahun.
Lain halnya dengan pergantian tahun baru Jawa yang jatuh tiap malam 1 Suro (1 Muharram) yang tidak disambut dengan kemeriahan, namun dengan berbagai ritual sebagai bentuk introspeksi diri.
Saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa umumnya melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa).
Bahkan sebagian orang memilih menyepi untuk bersemedi di tempat sakaral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di makam keramat.
Ritual 1 Suro telah dikenal masyarakat Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645 Masehi).
Saat itu masyarakat Jawa masih mengikuti sistem penanggalan Tahun Saka yang diwarisi dari tradisi Hindu. Sementara itu umat Islam pada masa Sultan Agung menggunakan sistem kalender Hijriah.
Sebagai upaya memperluas ajaran Islam di tanah Jawa, kemudian Sultan Agung memadukan antara tradisi Jawa dan Islam dengan menetapkan 1 Muharram sebagai tahun baru Jawa.
Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi untuk mendekatkan dengan Yang Maha Kuasa.
Cara yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk berinstrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu.
Lelaku malam 1 Suro, tepat pada pukul 24.00 saat pergantian tahun Jawa, diadakan secara serempak di Kraton Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat sebagai pusat kebudayaan Jawa.
Di Kraton Surakarta Hadiningrat kirab malam 1 Suro dipimpin oleh Kebo Bule Kyai Slamet sebagai Cucuking Lampah.
Kebo Bule merupakan hewan kesayangan Susuhunan yang dianggap keramat. Di belakang Kebo Bule barisan berikutnya adalah para putra Sentana Dalem (kerabat keraton) yang membawa pusaka, kemudian diikuti masyarakat Solo dan sekitarnya seperti Karanganyar, Boyolali, Sragen dan Wonogiri.
Sementara itu di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat memperingati Malam 1 Suro dengan cara mengarak benda pusaka mengelilingi benteng kraton yang diikuti oleh ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya.
Selama melakukan ritual mubeng beteng tidak diperkenankan untuk berbicara seperti halnya orang sedang bertapa. Inilah yang dikenal dengan istilah tapa mbisu mubeng beteng.
Selain di Kraton, ritual 1 Suro juga diadakan oleh kelompok-kelompok penganut aliran kepercayaan Kejawen yang masih banyak dijumpai di pedesaan. Mereka menyambut datangnya tahun baru Jawa dengan tirakatan atau selamatan.
Sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling artinya manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan dimana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan.
Sedangkan waspada berarti manusia juga harus terjaga dan waspada dari godaan yang menyesatkan.
Karenanya dapat dipahami jika kemudian masyarakat Jawa pantang melakukan hajatan pernikahan selama bulan Suro.